Wednesday, May 19, 2010

Hotel Gratis


Jalan-jalan ke Singapura sudah jadi ajang gengsi tersendiri buat orang Indonesia. Rasanya keren kalau jalan-jalan dan berbelanja di Singapura, meski barang yang dibeli mulai dari jenis barang sampai merknya sama-sama saja dengan yang ada di mall-mall di Indonesia. Itulah yang membuat saya malas jalan-jalan ke Singapura. Tidak ada sesuatu yang benar-benar berbeda disana.

Tapi berhubung saya suka ‘menclok’ sana-sini, suatu kali, ketika jalan-jalan ke Malaysia, saya iseng mengunjungi Singapura via Johor Baru, Malaysia. Karena judulnya “cuma iseng”, jalan-jalan di Singapura tidak direncanakan lebih dari satu hari.

Sementara tas dan perlengkapan lain kami tinggal di hotel di Kuala Lumpur, dengan kostum santai berupa t-shirt, celana pendek dan sepatu kasual, saya bersama dua orang teman berangkat ke Johor Baru, lalu dari sana kami melanjutkan perjalanan selama satu setengah jam menggunakan bus. Sampai di Singapura, kami hanya hinggap dari satu mall ke mall lain sampai bosan dan sampai hari larut malam.

Dalam rangka penghematan, juga rasanya sayang kalau harus bayar mahal untuk menginap di hotel hanya untuk beberapa jam karena besok pagi-pagi buta kami harus kembali ke Johor Baru, kami berencana numpang menginap di apartemen temannya teman.

Menggunakan MRT (Mono Rail Train) terakhir ditambah jalan kaki yang lumayan jauh, kami tiba di apartemen temannya teman lewat jam 12 malam. Berulang kali memencet bel, mengetuk pintu dari pelan, setengah kencang, sampai cukup kencang dan masih juga tidak ada jawaban dari dalam apartemen, kami mencoba menelpon. Sialnya, entah kenapa saat itu handphone kami bertiga tidak ada yang bisa dipakai menelpon. Akhirnya seorang penjaga apartemen yang baik hati membolehkan kami meminjam teleponnya.

“Halo, kami sudah ada di depan apartemen nih.” teman saya memulai pembicaraan.

“Lho? Bukannya kalian mau datang besok jam 11 siang?” jawab suara di seberang sana.

“Bukan besok, tapi malam ini. Kan tadi saya sudah sms akan datang jam 11.” Jawab teman saya lagi.

“Iya, tapi saya pikir kalian akan datang besok jam 11 siang, bukan jam 11 malam ini. Sekarang saya masih kerja shift malam dan baru pulang jam 7 pagi.” Suara di seberang sana menjelaskan.

Duh, kaki saya yang sudah lemas akibat jalan seharian penuh, langsung bertambah lemas. Kalau kami tidak bisa menginap di apartemen temannya teman itu, terus kami tidur dimana? Masalahnya, tidak ada hotel di sekitar situ, tidak ada lagi MRT yang beroperasi, dan jalanan sudah sepi betul.

Akhirnya dengan lemas kami berjalan ke stasiun MRT terdekat yang posisinya tepat berada di bawah sebuah mall. Di depan mall yang juga sudah tutup, kami cuma bisa nongkrong seperti anak hilang. Iseng-iseng saya mencoba mendorong pintu masuk mall. Ternyata tidak terkunci. Sambil terheran-heran dan tanpa pikir panjang kami langsung masuk ke dalam mall yang sudah tutup.

Baru saja duduk di dalam mall, seorang satpam yang sedang patroli keliling mall berjalan ke arah kami. Kami saling pandang, pasrah kalau sebentar lagi akan di usir keluar. Tak disangka, si satpam hanya melintas sambil sedikit melirik ke arah kami. Sungguh satpam yang aneh.

Setelah dilewati satpam, kami memutuskan untuk turun ke bawah mall, duduk di depan stasiun MRT, karena pintu masuk stasiun dikunci. Anehnya, di Singapura, meskipun mall dan stasiun sudah tutup, lampu dan AC masih menyala semua.

Di depan stasiun, kami mencari tempat mojok yang paling enak dan yang tidak ada CCTV. Saat itu yang ada dipikiran kami hanya satu, jangan sampai kita terekam CCTV dan besoknya terpampang di media Singapura dengan judul “Turis Indonesia Tidur di Stasiun MRT”.

Meski saya tidak menyarankan, ternyata tidur di stasiun MRT di Singapura tidak kalah dengan tidur di hotel. Kebersihan yang sempurna, fasilitas full AC, ditambah lagi toilet yang juga super bersih. Yang kurang hanya satu, yaitu kasur empuk. Tiba-tiba saya kembali tersadar, ini stasiun, bukan hotel.

No comments:

Post a Comment