Wednesday, June 29, 2011

Bahasa Rahasia

Salah satu yang menyebalkan kalau saya jalan-jalan ke luar Indonesia adalah rasanya semua jadi serba mahal. Setiap kali mau beli sesuatu pasti saya mengeluarkan ilmu hitung menghitung dari mata uang setempat ke rupiah dan ujung-ujungnya saya meratapi nasib bangsa Indonesia yang memiliki nilai tukar mata uang yang rendah. 

Masih mending kalau belanja di supermarket atau penjual yang mematok harga pas, tidak usah repot tawar-menawar. Tapi kekurangannya adalah biasanya harga di supermarket lebih mahal dari toko yang menjual barang dengan gaya tawar menawar, meski tidak semuanya.

Jadi setiap kali mau bertransaksi , gaya tawar menawar saya adalah tanya harga, mengeluarkan handphone, lalu pencet-pencet bukan untuk menelpon tapi menggunakan kalkulator yang ada di handphone, kemudian mengajukan penawaran harga. Kalau si penjual menurunkan harga tawarannya, saya kembali melakukan aksi pencet-pencet handphone lalu kembali mengajukan penawaran. Begitulah seterusnya sampai saya mendapatkan harga yang pas atau malah akhirnya saya ngeloyor pergi dengan tangan kosong karena tidak proses tawar menawar gagal.

Yang lebih seru kalau belanja bersama teman jalan saya, selain jurus pencet-pencet handphone, biasanya saya dan teman saling berkomentar atau berdiskusi tentang harga dengan menggunakan bahasa Indonesia supaya si penjual tidak mengerti. 

Yang jadi masalah adalah waktu kami jalan-jalan ke Malaysia, negara tetangga yang bahasanya mirip dengan Bahasa Indonesia karena masih serumpun. Apalagi saat di Kuala Lumpur yang merupakan kota metropolitan seperti Jakarata, kegiatan saya disana tidak lebih dari jalan-jalan di tengah kota dan belanja. 

Tidak kehilangan akal, di Kuala Lumpur kami menggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa rahasia. ‘Awis ah sakitu mah, jigana saratus mah dibere’ yang artinya: Mahal ah segitu sih, kayanya seratus bakal dikasih. Begitulah kira-kira bahasa rahasia kami. Bahasa rahasia ini cukup sukses digunakan selama berada di Malaysia, karena biasanya mereka bingung dari negara manakah kami berasal. Beda cerita kalau kami berkomentar menggunakan Bahasa Indonesia, biasanya mereka langsung ikut nimbrung menggunakan Bahasa Melayu.

Nah, satu kali saat kami sedang tawar menawar harga di Kuala Lumpur, seperti biasa kami asik berkomentar menggunakan bahasa rahasia alias Bahasa Sunda, tidak lama kemudian penjual di toko sebelah yang keturunan India ikut nyeletuk, “Kadieu atuh, kadieu. Murah.” Saya dan teman saling berpandangan dan tertawa. Yah, bahasa rahasia kami terbongkar deh.


Ngomong-ngomong tentang bahasa rahasia, mau tau kata terfavorit dalam bahasa rahasia kami? Tentu saja kata yang paling sering diucapkan saat belanja di luar negeri adalah awis alias mahal.

No comments:

Post a Comment